Thursday, 20 March 2014

Bale Dangin

Bale Dangin
     Bangunan perumahan tradisional Bali yang komposisinya berada di sisi timur disebut dengan bale dangin, Type yang dibangun type sake nem dalam perumahan tergolong  sederhana bila bahan dan penyelesaiannya sederhana, dapat pula digolongkan madia bila ditinjau dari penyelesaiannya dibangun dengan bahan penyelesaian madia. Untuk areal perumahan yang besar digunakan type Sake roras yang sering disebut dengan bale gede Sake roras dalam perumahan tergolong utama.

Type Sake roras / Bale Gede bentuk bangunan  bujur sangkar, dengan
ukuran 4,8 m x 4,8 m,  dengan tinggi lantai sekitar 0,8 m dengan dua atau tiga  anak tangga kearah natah, lantai lebih rendah dari bangunan bale daja. Konstruksi terdiri dari dua belas tiang yang dirangkai empat empat menjadi dua balai-balai atau bila menggunakan satu balai-balai  rangkaian empat tiang dapat di tepi atau di tengah. Masing-masing balai-balai memanjang kangin kauh dengan kepala kearah timur . Tiang-tiang dirangkaikan dengan sunduk waton/selimar likah dan galar. Stabilitas konstruksi dengan sistim lait pada pepurus sunduk dengan lubang tiang. Untuk tiang yang tidak dirangkai balai-balai menggunakan senggawang sebagai stabiltas konstruksi.  Bangunan dengan dinding penuh pada sisi timur dan sisi selatan.

Bagian bagian bangunan :

a.  Bebaturan.   Bagian bawah atau kaki bangunan yang terdiri dari jongkok asu sebagai pondasi tiang, tapasujan sebagai perkerasan tepi bebaturan. Bebaturan merupakan lantai bangunan, undag atau tangga sebagai lintasan naik turun lantai kehalaman. Satuan modul adalah amusti setinggi genggaman tangan sampai keujung ibu jari ditegakkan + 15 cm . Sloka kelipatan adalah watu untuk bebaturan perumahan, kelipatan rubuh dihindari. Sloka kelipatan adalah candi - watu - segara - gunung - rubuh, dihitung dari bawah.
Bahan bangunan yang digunakan,  jongkok asu sebagai pondasi alas tiang disusun dari pasangan batu alam atau batu buatan perekat pasir semen. Pasangan bidang tegak tepi lantai bebaturan pasangan batu cetak, batu bata atau batu alam, kini lantai menggunakan bahan-bahan produk industri .

Hiasan Tembok dan Sesaka
b.  Tembok.    Tembok dan pilar-pilarnya  dibangun dengan pola kepala badan kaki, dihias dengan pepalihan dan ornamen bagian-bagian tertentu. Tembok tradisional dibangun terlepas tanpa ikatan dengan konstruksi rangka bangun. Tembok tidak terpengaruh bila terjadi goncangan pada konstruksi rangka atau konstruksi rangka tidak terpengaruh bila konstruksi tembok roboh.
Bahan bangunan yang digunakan, dari pasangan batu bata, batu padas jenis-jenis batu alam yang sesuai bahan tembok .

c.  Tiang (Sesaka).   Tiang yang  disebut  Sesaka  adalah  elemen utama dalam  bangunan tradisioanl, Penampang tiang bujur sangkar  dengan sisi-sisi sekitar 10 cm panjang tiang sekitar 220 cm. Bahan yang  dipakai untuk tiang  adalah kayu dengan kelas-kelas kwalitas dari kelompok kelempok tertentu yang diidentikkan dengan personal kerajaan. Penyelesaian pengerjaan tiang dengan kekupakan lelengisan yang sederhana atau dengan ragam ukiran. Kayu untuk bahan bangunan perumahan ditentukan raja kayu ketewel (kayu nangka), patih kayu jati. Penempatannya pada bagian konstruksi disesuaikan dengan kehormatan kedudukan perangkat kerajaan. 

Hiasan lambang,  sanggawang

d.  Lambang/Pementang,   Lambang adalah balok belandar sekeliling rangkaian tiang , lambang rangkap yang disatukan, balok rangkaian yang dibawah disebut lambang yang diatas disebut sineb.  Rusuk-rusuk bangunan tradisional disebut iga-iga, pangkal iga-iga dirangkai dengan kolong atau dedalas yang merupakan bingkai luar bagian atap. Ujung atasnya menyatu dengan puncak atap yang disebut petake.  Untuk mendapatkan bidang atap, lengkung, kemiringan dibagian bawah lebih kecil dari bagian atas. dibuat rusuk bersambung yang disebut gerantang. . Penutup atap menggunakan alang-alang atau atap genteng.

     Hiasan-hiasannya berpedoman pada aturan tata hiasan yang umum berlaku untuk masing-masing elemen. Keseluruhan konstruksi rangka bangunan membentuk suatu kesatuan stabilitas struktur yang estetis fungsional. Hubungan  elemen-elemen konstruksi dikerjakan dengan sistim pasak, baji.

Tuesday, 10 December 2013

Bale Meten

     Bangun rumah yang paling awal dibangun dalam perumahan, type bangunan sake kutus diklasifikasikan sebagai bangunan madia dengan fungsi tunggal sebagai tempat tidur yang disebut bale meten. Komposisinya berada di sisi kaja natah (halaman tengah) menghadap kelod berhadapan dengan sumanggem/bale delod. Dalam proses membangun rumah bale meten merupakan bangunan awal. Jaraknya delapan tapak kaki dengan pengurip angandang diukur dari tembok pekarangan sisi kaja. Selanjutnya bangunan yang lainnya di bangun dengan jarak yang diukur dari bale meten.

     Bentuk bangunan  segi empat panjang, dengan ukuran 5 m x 2,5 m,  dengan tinggi lantai sekitar 1,2 m dengan empat atau lima  anak tangga kearah natah lantai lebih tinggi dari bangunan lainnya untuk estetika. Konstruksi terdiri delapan tiang yang dirangkai empat empat menjadi dua balai-balai. Masing-masing balai-balai memanjang kaja kelod dengan kepala kearah luan kaja. Tiang-tiang dirangkaikan dengan sunduk waton/selimar likah dan galar. Stabilitas konstruksi dengan sistim lait pada pepurus sunduk dengan lubang tiang senggawang tidak ada pada bale sekutus.  Bangunan dengan dinding penuh pada keempat sisi dan pintu keluar masuk kearah natah.

Bagian bagian bangunan :
a.  Bebaturan.   Bagian bawah atau kaki bangunan yang terdiri dari jongkok asu sebagai pondasi tiang, tapasujan sebagai perkerasan tepi bebaturan. Bebaturan merupakan lantai bangunan, undag atau tangga sebagai lintasan naik turun lantai kehalaman. Satuan modul adalah a musti setinggi genggaman tangan sampai keujung ibu jari ditegakkan + 15 cm . Sloka kelipatan adalah watu untuk bebaturan perumahan, kelipatan rubuh dihindari. Sloka kelipatan adalah candi - watu - segara - gunung - rubuh, dihitung dari bawah.
Bahan bangunan yang digunakan,  jongkok asu sebagai pondasi alas tiang disusun dari pasangan batu alam atau batu buatan perekat pasir semen. Pasangan bidang tegak tepi lantai bebaturan pasangan batu cetak, batu bata atau batu alam, kini lantai menggunakan bahan-bahan produk industri .

b.  Tembok.    Tembok dan pilar-pilarnya  dibangun dengan pola kepala badan kaki, dihias dengan pepalihan dan ornamen bagian-bagian tertentu. Tembok tradisional dibangun terlepas tanpa ikatan dengan konstruksi rangka bangun. Tembok tidak terpengaruh bila terjadi goncangan pada konstruksi rangka atau konstruksi rangka tidak terpengaruh bila konstruksi tembok roboh.
Bahan bangunan yang digunakan, dari pasangan batu bata, batu padas jenis-jenis batu alam yang sesuai bahan tembok .

c.  Tiang (Sesaka).   Tiang yang  disebut  Sesaka  adalah  elemen utama dalam  bangunan tradisioanl, Penampang tiang bujur sangkar  dengan sisi-sisi sekitar 11,5 cm panjang tiang sekitar 250 cm. Bahan yang  dipakai untuk tiang  adalah kayu dengan kelas-kelas kwalitas dari kelompok kelempok tertentu yang diidentikkan dengan personal kerajaan. Kayu untuk bahan bangunan perumahan ditentukan raja kayu ketewel (kayu nangka), patih kayu jati. Penempatannya pada bagian konstruksi disesuaikan dengan kehormatan kedudukan perangkat kerajaan. 

d.  Lambang/Pementang,   Lambang adalah balok belandar sekeliling rangkaian tiang , lambang rangkap yang disatukan, balok rangkaian yang dibawah disebut lambang yang diatas disebut sineb.  Rusuk-rusuk bangunan tradisional disebut iga-iga, pangkal iga-iga dirangkai dengan kolong atau dedalas yang merupakan bingkai luar bagian atap. Ujung atasnya menyatu dengan puncak atap yang disebut dedeleg.  Untuk mendapatkan bidang atap, lengkung, kemiringan dibagian bawah lebih kecil dari bagian atas. dibuat rusuk bersambung yang disebut gerantang. Konstruksi atap dengan sistim kampiyah difungsikan untuk sirkulasi udara  selain udara yang melalui celah antara atap dan kepala tembok. Penutup atap menggunakan alang-alang atau atap genteng.

     Hiasan-hiasannya berpedoman pada aturan tata hiasan yang umum berlaku untuk masing-masing elemen. Keseluruhan konstruksi rangka bangunan membentuk suatu kesatuan stabilitas struktur yang estetis fungsional. Hubungan elemen-elemen konstruksi dikerjakan dengan sistim pasak, baji.

Sunday, 3 November 2013

Bangunan Tempat Menyimpan

      Bangunan-bangunan tempat penyimpanan dalam keluarga, kesatuan-kesatuan sosial, dadia, banjar dan desa memiliki benda-benda bersama yang perlu disimpan. Yang terbanyak memerlukan tempat penyimpanan adalah padi sebagai bahan makanan dan sebagai bibit tanaman. Untuk bangunan tempat penyimpanan padi disebut lumbung dengan type-type : Kelumpu, Kelingking, Jineng dan Gelebeg masing- masing dengan daya tampung tertentu. Adanya keperluan untuk menyimpan padi pada masing-masing tingkat kehidupan, ada bangunan-bangunan lumbung keluarga, lumbung dadia, lumbung banjar, lumbung desa dan lumbung-lumbung sosial organisasi tertentu. Yang terbanyak adalah lumbung keluarga yang ada hampir pada setiap perumahan.

      Bangunan-bangunan tempat menyimpan lainnya adalah Gedong simpan dalam berbagai bentuk  dan fungsinya yang digunakan untuk menyimpan sarana, perlengkapan dan peralatan upacara ritual. Di bale banjar ada pula bangunan bale gong untuk menyimpan tempat gamelan gong. Dipantai wilayah kerja nelayan ada bangunan-bangunan tempat menyimpan perlengkapan dan peralatan nelayan yang disebut bangsal, sesuai type konstruksi bangunannya. Ada bangsal jukung untuk menyimpan jukung, ada bangsal bidak untuk menyimpan bidak atau layar jukung atau layar perahu layar.

      Ada pula bangsal atau bada/kandang untuk menyimpan ternak, bangsal atau badan penyu, badan sampi, badan celeng, badan bebek untuk tempat mengandangkan masing-masing ternak dirumah, dekat atau luar rumah.



    

Saturday, 2 November 2013

Tempat Ibadah (Pura)

     Tempat ibadah atau tempat pemujaan adalah bagunan-bangunan suci yang di bangun di tempat suci atau tempat-tempat yang disucikan, untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa dan dewa-dewa sebagai manifestasi dari Tuhan. Dalam berbagai bentuk dan fungsi pemujaanya, tempat ibadah disebut Pura.

      Pura dalam berbagai bentuk dan fungsi pemujaannya terdiri dari beberapa bangunan yang  di tata dalam suatu susunan komposisi di pekarangan  yang dibagi menjadi tiga zone. Zone utama disebut jeroan tempat pelaksanaan pemujaan persembahyangan. Zone tengah disebut jaba tengah tempat persiapan dan pengiring upacara. Zone depan disebut juga jaba sisi tempat peralihan dari luar ke dalam pura . Dalam bentuk sederhana hanya ada jeroan atau jeroan dan jabaan.  Pura yang besar ada pula yang dibagi menjadi beberapa zone.

     Bangunan Pura umumnya menghadap ke barat, memasuki pura menuju kearah  ketimur  demikian  pula pemujaan dan persembahnyannya menghadap ke timur kearah terbitnya matahari. Komposisi massa-massa bangunan Pura berjajar utara-selatan atau kaja kelod di sisi timur, menghadap ke barat dan sebagian di sisi kaja menghadap kelod. Bale pawedan dan bale piyasan di sisi barat menghadap ketimur halaman pura di tengah. Pekarangan Pura dibatasi tembok batas (penyengker) pekarangan. Pintu masuk di depan atau dijabaan memakai candi bentar dan pintu masuk ke Jeroan memakai Kori Agung ada berbagai macam bentuk variasi dan kreasinya sesuai dengan keindahan arsitekturnya.

     Pura sebagai tempat pemujaan melaksanakan ibadah agama ada dari keluarga terkecil sampai  lingkungan wilayah terbesar. Sesuai dengan fungsinya sebagai tempat memuja Tuhan Yang  Maha Esa  dalam berbagai manifestasinya ada beberapa macam pura. Pura untuk pemujaan keluarga, Pura unntuk pemujaan Desa, Pura untuk pemujaan profesi dan Pura untuk pemujaan ummat dari seluruh wilayah.



      

Bangunan Tempat Musyawarah

     Masyarakat Bali dalam kehidupannya diatur dalam ikata-ikata keluarga, ikatan banjar dan ikatan desa yang terbentuk dalam desa adat dan desa dinas atau desa administratif. Masing-masing ikatan dalam menata kehidupannya dibutuhkan musyawarah sehingga dibutuhkan suatu tempat untuk bermusyawarah sesuai dengan ruang yang dibutuhkan. 
  
     Bangunan tempat musyawarah adalah bangunan-bangunan terbuka dengan bentangan ruang-ruang yang cukup luas sesuai dengan jumlah pemakainya. Pelataran ruang  dalam mudah dihubungkan dengan ruang-ruang lain dan ruang-ruang luar. Bangunan juga mudah dialih fungsikan sehubungan dengan fungsi-fungsinya yang serbaguna.

Nama bangunan tempat musyawarah :
  1. Bale Banjar .  Bangunan balai banjar berfunngsi utama untuk tempat musyawarah. Kegiatan-kegiatan adat agama dan bentuk-bentuk sosial lainnya juga dilakukan di balai banjar bila melibatkan sebagian ataun seluruh anggota banjar.
  2. Bale Pemaksan. Kesatuan keluarga besar yang terbentuk dalam ikatan Sanggah atau Pemerajan Kawitan. Dadia atau Paibon membentuk ikatan keluarga yang disebut pemaksan. Tempat pemaksan melakukan pertemuan-pertemuan atau musyawarah di Bali bale pemaksan menempati tempat di jaba sisi. Musyawah di bale pemaksan diadakan menjelang upacara odalan  atau pujawali di sanggah atau pemerajan untuk memusyawarahkan pelaksanaan upacara.
  3. Wantilan.  Bangunan wantilan merupakan perkembangan dari ruang-ruang yang luas. Bangunan wantilan dibangun dengan konstruksi utama empat tiang utama, dua belas tiang jajar sekeliling sisi atau lebih. Atap wantilan umumnya bertingkat yang disebut metumpang. Bangunan terbuka ke empat sisi, lantai datar atau berterap rendah di tengah.
  4. Bale Sumanggen. Didalam pekarangan pura, perumahan atau banjar diperlukan bangunan serbaguna yang disebut bale sumanggen. Berbagai aktifitas musyawah, persiapan upacara, pelaksanaan upacara dan kegiatan-kegiatan adat lainnya dapat dilakukan dibale sumanggen. Untuk fungsinya yang serbaguna bale sumanggen terbuka pada keempat sisinya.

  

          

Saturday, 26 October 2013

Bale Delod

Bale Delod Sake Kutus

        Dalam komposisi bangunan rumah saka kutus ini menempati letak bagian kelod yang juga disebut Bale delod, dalam proses pembangunan bale delod letaknya dari bale meten  diukur  dengan   menggunakan tapak kaki dengan pengurip angandang tergantung dari kecenderungan penghuni rumah.  Bale delod difungsikan sebagai sumanggem, bangunan untuk upacara adat, tamu dan tempat bekerja atau serbaguna.

        Bentuk bangunan  segi empat panjang, dengan ukuran 355 m x 570 m,  dengan tinggi lantai sekitar 0,8 m dengan tiga anak tangga kearah natah. Konstruksi terdiri delapan tiang tiga deret di depan dan ditengah dua deret dibelakang, dengan satu balai balai mengikat empat tiang hubungan balai balai dengan konstruksi perangkai sunduk waton dan empat tiang lainnya berdiri dengan senggawang sebagai stabilitas.  Bangunan dengan dinding penuh pada luan sisi kangin dan sisi kelod dan terbuka kearah  natah, konstruksi atap limas.

Bagian bagian bangunan :
a.     Bebaturan.   Bagian bawah atau kaki bangunan yang terdiri dari jongkok asu sebagai pondasi tiang, tapasujan sebagai perkerasan tepi bebaturan. Bebaturan merupakan lantai bangunan, undag atau tangga sebagai lintasan naik turun lantai kehalaman. Satuan modul adalah a musti setinggi genggaman tangan sampai keujung ibu jari ditegakkan + 15 cm . Sloka kelipatan adalah watu untuk bebaturan perumahan, kelipatan rubuh dihindari. Sloka kelipatan adalah candi - watu - segara - gunung - rubuh, dihitung dari bawah.
Bahan bangunan yang digunakan,  jongkok asu sebagai pondasi alas tiang disusun dari pasangan batu alam atau batu buatan perekat pasir semen. Pasangan bidang tegak tepi lantai bebaturan pasangan batu cetak, batu bata atau batu alam, lantai menggunakan bahan-bahan produk industri .

b.    Tembok.    Tembok dan pilar-pilarnya  dibangun dengan pola kepala badan kaki, dihias dengan pepalihan dan ornamen bagian-bagian tertentu. Tembok tradisional dibangun terlepas tanpa ikatan dengan konstruksi rangka bangun. Tembok tidak terpengaruh bila terjadi goncangan pada konstruksi rangka atau konstruksi rangka tidak terpengaruh bila konstruksi tembok roboh.
Bahan bangunan yang digunakan, dari pasangan batu bata, batu padas jenis-jenis batu alam yang sesuai bahan tembok .

c.    Tiang (Sesaka).  Tiang yang disebut Sesaka adalah elemen utama dalam  bangunan tradisioanl, Penampang tiang bujur sangkar  dengan sisi-sisi sekitar 10 cm panjang tiang sekitar 250 cm. Bahan yang  dipakai untuk tiang  adalah kayu dengan kelas-kelas kwalitas dari kelompok kelempok tertentu yang diidentikkan dengan personal kerajaan. Kayu untuk bahan bangunan perumahan ditentukan raja kayu ketewel (kayu nangka), patih kayu jati. Penempatannya pada bagian konstruksi disesuaikan dengan kehormatan kedudukan perangkat kerajaan , di puncak konstruksi  dibagian tengah dan dibawah. Bentuk hiasan  tiang dari yang paling sederhana kayu dolken , sampai tiang berhiaskan ornamen berukir.

d.        Lambang/Pementang,   Lambang adalah balok belandar sekeliling rangkaian tiang , lambang rangkap yang disatukan, balok rangkaian yang dibawah disebut lambang yang diatas disebut sineb. Balok tarik yang membentang ditengah-tengah mengikat jajaran tiang tengah di sebut pementang. Balok yang mengikat pementang berakhir di atas tiang tengah di sebut tada paksi. Rusuk-rusuk bangunan tradisional disebut iga-iga, pangkal iga-iga dirangkai dengan kolong atau dedalas yang merupakan bingkai luar bagian atap. Ujung atasnya menyatu dengan puncak atap yang disebut dedeleg.  Rusuk-rusuk yang menempati sudut sudut atap dari tiang-taiang sudut kepuncak disebut pemucu. Rusuk-rusuk yang menempati dipertengahan bidang atap kepuncak disebut pemade. Untuk mendapatkan bidang atap, lengkung, kemiringan dibagian bawah lebih kecil dari bagian atas. dibuat rusuk bersambung yang disebut gerantang. Raab adalah penutup atap bahan yang dipakai genteng pres.

         Hiasan-hiasannya berpedoman pada aturan tata hiasan yang umum berlaku untuk masing-masing elemen. Keseluruhan konstruksi rangka bangunan membentuk suatu kesatuan stabilitas struktur yang estetis fungsional. Hubungan elemen-elemen konstruksi dikerjakan dengan sistim pasak, baji dengan perkembangan arsitektur tradisional dibutuhkan menggunakan paku untuk penguat konstruksi.

Friday, 13 September 2013

Type Bangunan Rumah Tradisional Bali

         Bangunan perumahan tradisional bali mempunyai beberapa type dari yang  terkecil saka pat bangunan bertiang empat. Membesar bertiang enam, bertiang delapan, bertiang sembilan dan bertiang dua belas. Bangunan bertiang dua belas dikembangkan lagi dengan emper kedepan atau kesamping dengan tiang sejajar.

Type bangunan  Tradisional Bali:

  1. Sakepat bangunan bertiang empat.  Bangunan sakapat tergolong bangunan sederhana ukuran sekitar  3 m x 2,5 m. Konstruksi bertiang empat denah segi empat, satu balai balai mengikat tiang atau tanpa balai-balai. Atap dengan konstruksi pelana atau limasan.
  2. Sakenem. Bangunan sakenem tergolong sederhana berbentuk  segi empat panjang, dengan panjang sekitar tiga kalilebar .Ukuran bangunan sekitar  6 m x 2m, mendekati dua kali ukuran sakepat, Konstruksi bangunan terdiri enam tiang berjajar, tiga tiga pada kedua sisi panjang.  Keenam tiang disatukan oleh satu balai-balai atau empat tiang pada satu balai- balai dan dua tiang di teben pada satu balai - balai dengan dua sakapandak. Hubungan balai-balai dengan konstruksi perangkai sunduk waton,likah dan galar. Konstruksi atap dengan pelana atau limasan
  3. Sakutus. Bangunan tergolong madia bentuk bangunan segi empat panjang, dengan ukuran 5 m x 2,5 m. Konstruksi terdiri dari delapan tiang yang dirangkai empat empat menjadi dua balai-balai. Masing-masing balai memanjang kaja kelod dengan kepala kearah luan kaja. Tiang tiang dirangkaikan dengan sunduk waton/selimar, likah dan galar. Stabilitas konstruksi dengan  sistem lait pada pepurus sunduk dengan lubang tiang, senggawang tidak ada pada bangunan sakutus. Sistem konstruksi atap dengan pelana.
  4. Tiangsanga.  Tergolong bangunan utama bentuk bangunan segi empat panjang, dengan ukuran sekitar 4 m x 5 m tiangnya sembilan. Konstruksi bangunan dengan satu balai - balai mengikat empat tiang di teben tiangnya tiga dengan senggawang sebagai stabilitas. Letak tiang masing-masing pada keempat sudut,tengah-tengah keempat sisi dan ditengan dengan kencut sebagai kepala tiang , Konstruksi atap atap dengan limasan dengan puncak dedeleg, penutup atap alang-alang atau genteng,
  5. Sakaroras.  Bangunan tergolong utama bentuk bangunan denah bujur sangkar dengan ukuran sekitar 5 m x 5 m, Jumlah  tiang dua belas buah, empat empat tiga deret dari luan keteben. Letak tiang empat buah masing-masing sebuah di sudut-sudut, empat buah masing-masing dua buah di sisi luan dan teben. Dua buah masing-masing di sisi samping dan dua buah di tengah dengan kencut sebagai kepala tiang. Dua balai-balai masing-masing mengikat empat-empat tiang dengan sunduk, waton/selimar dan likah sebagai stabilitas ikatan. Empat tiang sederet diteben dengan senggawang sebagai stabilitas tiang. Bangunan tertutup dua sisi terbuka kearah natah, Konstruksi atap atap dengan limasan dengan puncak dedeleg, penutup atap alang-alang atau genteng