Wednesday, 4 September 2013

Desa Adat Tradisional Bali

Desa Penglipuran

        Desa penglipuran  merupakan sebuah desa tradisional dengan ciri khas keseragaman angkul-angkul rumah dan kekayaan hutan bambu yang dilestarikan sebagai desa wisata. Masyarakat desa penglipuran mengakui bahwa leluhur mereka berasal dari desa Bayung Gede, Kintamani. Penduduk dari desa Kubu yang mondok dan bercampur dengan penduduk dari desa Bayung Gede tersebut, membentuk suat pola menetap yang kecil dan diberi nama Penglipuran. Penglipuran berasal dari kata lipur yang berarti menghibur hati, jadi penglipuran memiliki arti tempat untuk menghibur hati.

      Desa  Penglipuran merupakan desa adat yang perkembangannya tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan Bali Mula, yaitu sebagai kebudayaan awal terlahirnya kebudayaan Bali. Memasuki  jaman Bali Age, kebudayaan dikembangkan dengan membentuk benda-benda dan dalam suatu susunan yang harmonis dalam fungsinya menjaga keseimbangan manusia dengan alam lingkungannya.

1.    Aspek Fisik
  
         Desa penglipuran merupakan salah satu desa adat  di Bali yang terdiri dari satu banjar adat dan termasuk dalam batas adminstratif pemerintahan wilayah  desa Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Pada sebelah barat desa penglipuran terdapat sungai sangsang yang bertebing curam dengan airnya yang bersih dan mengalir tenang dari utara ke selatan.

       Desa Penglipuran terletak 500-600 meter di atas permukaan laut, sehingga termasuk wilayah dataran tinggi. suhu rata-rata pada desa penglipuran ini berkisar antara 18º-32º C dengan curah hujan rata-rata setiap tahunnya 2.000-2500 milimeter/tahun sehingga termasuk dalam katagori wilayah yang sejuk.

2.    Pola Desa

 Falsafah hubungan yang selaras antara alam dan manusia dan kearifan manusia dalam mendayagunakan alam, sehingga terbentuk ruang kehidupan yang seimbang antara bhuana  agung dan bhuana alit yang diwujudkan dalam konsep Tri hita Karana. Konsep ini terlihat jelas dalam kawasan desa yang di jabarkan dalam tata letak dalam desa ini.

Pola desa yang terbentuk tak terlepas dari pengaruh kepercayaan yang dianut masyarakat penglipuran yang dibawa dari leluhurnya , yaitu Desa Bayung Gede. Secara garis besar pola tersebut terbagi dalam 2 bagian.
Desa penglipuran secara simbolis terbagi atas 2 bagian yaitu hulu (ulu) dan teben. Pola linier dengan sangat kuat ditetapkan sebagai poros tengah desa yang membujur dari utara ke selatan yang membelah perumahanya menjadi dua bagian, yaitu di sisi timur dan barat.

3.   Pola Hunian

a.         Pola rumah

Pola rumah  pada desa Penglipurana berorientasi ke matahari terbit dan tenggelam, yaitu timur “Kangin” dan Barat “Kauh” . Poros tengah yang membagi perumahan di sebelah timur dan barat tersebut, kesehariaanya difungsikan sebagai akses sirkulasi, ruang publik “sosial” dan prosesi ritual.
Masing-masing rumah walaupun dibatasi dengan tembok pekarangan, namun masih saling dapat berhubungan dari rumah dihulu sampai dengan dihilir melalui celah “peletasan” . Peletasan ini bila saling dihubungkan secara imajinier seolah olah miniatur dari proses tengah. Dibagian belakang tiap-tiap rumah dilengkapi dengan areal sebagai kebun rumah “tebe”.
Memasuki daerah komplek hunian terdiri dari pura (mrajan), dapur, lumbung, bale-bale dan ruang tidur. Pada satu areal rumah letak sanggah selalu terletak pada sebelah timur “Kangin” bangunan karena merupakan tempat suci.

b.        Pola Pemukiman 

Pemukiman Desa Penglipuran berorientasi ke gunung “Kaja” dan ke laut “Kelod” yang membentuk pola linier yang membagi hunian menjadi dua bagian. Pola masa desa Penglipuran yang linier mengikuti sumbu axis utara – selatan dan mengikuti leveling yang ada.
Akan tetapi bila pola desanya dikaji, Penglipuran termasuk desa dengan pola “cluster” atau mengelompok / yang disebut juga memusat . Pada konsep desa ini, tercermin adanya konsep kayangan tiga yang merupakan refleksi batas desa adat dan merupakan tranformasi nilai simbul dari trilogi.
Sebagai penanda orientasi hulu “Kaja” tengah dan teben “kelod”. Atau analogi tubuh manusia yang disebut  yang disebut Tri angga, yaitu kepala, badan dan kaki yang sekaligus menjadi tata nilai utama, madya dan nista yang kebetulan terbentuk pada desa Penglipuran yang notabene termasuk peninggalan jaman Bali Age yang berpolakan gunung dan laut.
 




            

           




      

3 comments: