Desa penglipuran merupakan sebuah desa tradisional dengan ciri khas keseragaman angkul-angkul rumah dan kekayaan hutan bambu yang dilestarikan sebagai desa wisata. Masyarakat desa penglipuran mengakui bahwa leluhur mereka berasal dari desa Bayung Gede, Kintamani. Penduduk dari desa Kubu yang mondok dan bercampur dengan penduduk dari desa Bayung Gede tersebut, membentuk suat pola menetap yang kecil dan diberi nama Penglipuran. Penglipuran berasal dari kata lipur yang berarti menghibur hati, jadi penglipuran memiliki arti tempat untuk menghibur hati.
Desa Penglipuran merupakan desa adat yang perkembangannya tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan Bali Mula, yaitu sebagai kebudayaan awal terlahirnya kebudayaan Bali. Memasuki jaman Bali Age, kebudayaan dikembangkan dengan membentuk benda-benda dan dalam suatu susunan yang harmonis dalam fungsinya menjaga keseimbangan manusia dengan alam lingkungannya.
Desa penglipuran merupakan salah satu desa adat di Bali yang terdiri dari satu banjar adat dan termasuk dalam batas adminstratif pemerintahan wilayah desa Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Pada sebelah barat desa penglipuran terdapat sungai sangsang yang bertebing curam dengan airnya yang bersih dan mengalir tenang dari utara ke selatan.
Desa Penglipuran terletak 500-600 meter di atas permukaan laut, sehingga termasuk wilayah dataran tinggi. suhu rata-rata pada desa penglipuran ini berkisar antara 18º-32º C dengan curah hujan rata-rata setiap tahunnya 2.000-2500 milimeter/tahun sehingga termasuk dalam katagori wilayah yang sejuk.
2. Pola Desa
Desa Penglipuran terletak 500-600 meter di atas permukaan laut, sehingga termasuk wilayah dataran tinggi. suhu rata-rata pada desa penglipuran ini berkisar antara 18º-32º C dengan curah hujan rata-rata setiap tahunnya 2.000-2500 milimeter/tahun sehingga termasuk dalam katagori wilayah yang sejuk.
2. Pola Desa
Falsafah
hubungan yang selaras antara alam dan manusia dan kearifan manusia dalam
mendayagunakan alam, sehingga terbentuk ruang kehidupan yang seimbang antara
bhuana agung dan bhuana alit yang diwujudkan
dalam konsep Tri hita Karana. Konsep ini terlihat jelas dalam kawasan desa yang
di jabarkan dalam tata letak dalam desa ini.
Pola desa
yang terbentuk tak terlepas dari pengaruh kepercayaan yang dianut masyarakat
penglipuran yang dibawa dari leluhurnya , yaitu Desa Bayung Gede. Secara garis
besar pola tersebut terbagi dalam 2 bagian.
Desa
penglipuran secara simbolis terbagi atas 2 bagian yaitu hulu (ulu) dan teben. Pola
linier dengan sangat kuat ditetapkan sebagai poros tengah desa yang membujur
dari utara ke selatan yang membelah perumahanya menjadi dua bagian, yaitu di
sisi timur dan barat.
3. Pola Hunian
a. Pola rumah
Pola rumah pada desa Penglipurana
berorientasi ke matahari terbit dan tenggelam, yaitu timur “Kangin” dan Barat “Kauh”
. Poros tengah yang membagi perumahan di sebelah timur dan barat tersebut,
kesehariaanya difungsikan sebagai akses sirkulasi, ruang publik “sosial” dan
prosesi ritual.
Masing-masing rumah walaupun dibatasi
dengan tembok pekarangan, namun masih saling dapat berhubungan dari rumah
dihulu sampai dengan dihilir melalui celah “peletasan” . Peletasan ini bila
saling dihubungkan secara imajinier seolah olah miniatur dari proses tengah. Dibagian
belakang tiap-tiap rumah dilengkapi dengan areal sebagai kebun rumah “tebe”.
Memasuki daerah komplek hunian terdiri dari pura (mrajan), dapur,
lumbung, bale-bale dan ruang tidur. Pada satu areal rumah letak sanggah selalu
terletak pada sebelah timur “Kangin” bangunan karena merupakan tempat suci.
b. Pola Pemukiman
Pemukiman Desa Penglipuran berorientasi ke gunung “Kaja” dan ke laut “Kelod”
yang membentuk pola linier yang membagi hunian menjadi dua bagian. Pola masa
desa Penglipuran yang linier mengikuti sumbu axis utara – selatan dan mengikuti
leveling yang ada.
Akan tetapi bila pola desanya dikaji, Penglipuran termasuk desa dengan
pola “cluster” atau mengelompok / yang disebut juga memusat . Pada konsep desa
ini, tercermin adanya konsep kayangan tiga yang merupakan refleksi batas desa
adat dan merupakan tranformasi nilai simbul dari trilogi.
Sebagai penanda orientasi hulu “Kaja” tengah dan teben “kelod”. Atau analogi
tubuh manusia yang disebut yang disebut
Tri angga, yaitu kepala, badan dan kaki yang sekaligus menjadi tata nilai
utama, madya dan nista yang kebetulan terbentuk pada desa Penglipuran yang
notabene termasuk peninggalan jaman Bali Age yang berpolakan gunung dan laut.
Ijin copy ndan...
ReplyDeletesilahkan tolong masukan
ReplyDeletewiiiiih......mantap
ReplyDelete